Makalah Individu
ASPEK
TEOLOGI DAN ILMU KALAM
(Qadariyah
dan Jabariyah)
Disusun
Oleh :
Irvan Khoiri,
S.Pd.I
1422010030
Program Studi : Ilmu Tarbiyah
Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam
Mata Kuliah : Sejarah Peradaban dan
Pemikiran Islam
Dosen Pengampu : Dr. Wan Jamaluddin Z, MA
Dr. Hasan Mukmin. M.Ag
PROGRAM
PASCASARJANA
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
RADEN
INTAN LAMPUNG
2015
M/ 1436 H
KATA
PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt
yang telah memberikan taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini. Shalawat salam semoga selalu tercurahkan kepada
Nabi besar Muhammad saw yang kita harapkan syafaatnya nanti di hari akhir.
Makalah ini berjudul “Aspek Teologi tentang
Qadariyah dan Jabariyah”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam dengan dosen Pengampu Dr. Wan
Jamaluddin Z, MA dan Dr. Hasan Mukmin. M.Ag
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan, hal tersebut semata-mata kerena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman yang penulis
miliki. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari semua pembaca.
Akhirnya penulis memohon taufik dan hidayah-Nya kepada
Allah Rabb seluruh alam. Dan semoga makalah ini bermanfaat pribadi penulis dan bagi
kita semua. Amiin....
Bandar
Lampung, November 2014
Penulis,
Irvan Khoiri,
S.Pd.I
1422010030
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ......... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... ......... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ......................................................... ......... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Qadariyah
1.
Pengertian dan Asal-usul Qadariyah............................................ 2
2.
Paham dan Doktrin Qadariyah..................................................... 3
3.
Dalil-dalil yang Menjadi Dasar Qadariyah................................... 5
B.
Jabariyah
1.
Pengertian dan Asal-usul Jabariyah.................................... ......... 7
2.
Para Pemuka dan Doktrin-doktrin Jabariyah...................... ......... 7
3.
Dalil-dalil yang Menjadi Dasar Jabariyah........................... ......... 9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................. ......... 11
B.
Saran........................................................................................ ......... 11
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Allah adalah pencipta alam semesta ini, termasuk juga semua yang ada di
dalamnya, mulai dari tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Allah bersifat
Mahakuasa, maha mengatur dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlaq. Maka
timbul pertanyaan, sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan Allah, apakah
manusia bergantung 100% kepada taqdir Allah Swt dalam menjalani hidupnya?
ataukah manusia mempunyai kemerdekaan dalam mengatur hidupnya tanpa bergantung
pada taqdir?
Iman kepada taqdir
merupakan keyakinan yang harus dipegang teguh oleh setiap muslim. Iman kepada taqdir adalah
bagian dari rukun iman, dan juga merupakan salah satu tanda iman. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Saw. ditanya oleh
Malaikat Jibril tentang iman, Beliau menjawab bahwa salah satu tanda iman
adalah percaya pada taqdir baik dan taqdir buruk yang telah ditentukan Allah
Ta'ala. Pemahaman seperti inilah yang dipegang teguh oleh para ulama salaf. Orang yang beriman
kepada taqdir, dengan cara yang benar, berarti telah merealisasikan tauhid
kepada Allah Swt. dan berjalan di atas petunjuk Rabb-nya.
Dalam permasalahan taqdir (qadha dah
qadar) ini ada beberapa kelompok besar yang pemahamannya sangat ekstrim
(berlebihan) dan saling bertolak belakang. Kelompok ini muncul di akhir era
para sahabat. Di antara kelompok tersebut adalah Qadariyah dan Jabariyah.
Pemikiran qadariyah ini bercorak liberal, sedangkan jabariyah mempunyai corak
pemikiran tradisional.
Munculnya corak pemikiran yang beragam
dalam Islam disebabkan karena semakin luasnya wilayah Islam ke Timur dan ke
Barat. Umat Islam mulai bersentuhan dengan keyakinan dan pemikiran dari
ajaran-ajaran lain, terutama filsafat Yunani. Seperti diketahui wilayah-wilayah
yang bergabung dengan Islam, terutama di bagian Barat adalah wilayah-wilayah
yang pernah diduduki oleh bangsa Romawi(Yunani).
PEMBAHASAN
A.
Qadariyah
1.
Pengertian dan Asal
Usul Qadariyah
Kata Qadariyah berasal dari bahasa Arab
qadara yang berarti kemampuan dan kekuatan. Nama Qadariyah juga berasal
dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kemampuan untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri, bukan berasal dari pengertian bahwa
manusia terpaksa tunduk pada qadar atau ketentuan Allah.[1] Dalam istilah Inggrisnya paham ini dikenal dengan nama free will dan free act.[2]
Tidak ada keterangan pasti kapan paham
ini muncul dalam sejarah perkembangan teologi Islam. Tetapi menurut keterangan
para ahli teologi Islam, paham qadariyah pertama kali dibawa oleh seorang
bernama Ma’bad al-Juhani yang berasal dari Bashrah dan temannya bernama Ghailan
al-Dimasyqi. Menurut
Ibnu Nabatah dalam bukunya syarh al-‘uyun, Ma’bad al-Juhani dan Ghailan
mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Iraq.[3] Dan menurut al-Zahabi, Ma’bad adalah seorang tabi’I yang baik, tetapi ia
memasuki kawasan politik dan memihak ‘Abd al-Rahman Ibn Asy’as dalam menentang
kekuasaan Bani Umayyah. Ma’bad mati terbunuh dalam tahun 80 H.[4] Ia mati dibunuh oleh al-Hajjaj, seorang gubernur dari Bani Umayyah yang terkenal kejam dan berdarah dingin.
Setelah kematian Ma’bad, Ghailan terus
menyebarkan paham qadariyah di Damaskus, tetapi ini tidak berjalan lancar
karena mendapat tantangan dari khalifah ‘Umar Ibn ‘Abd al-‘Aziz. Baru setelah
kematian ‘Umar ia melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti pada masa itu.
Tapi akhirnya ia mati dihukum bunuh oleh Hisyam ‘Abd al-Malik.Sebelum
dilaksanakan hukuman tersebut diadakanlah debat antara Ghailan dan Awza’i yang
langsung dihadiri oleh Hisyam mengenai paham yang dibawa Ghailan[5].
Qadariyah adalah sebuah firqah
yang mengingkari ilmu Allah terhadap perbuatan hambaNya dan mereka berkeyakinan
bahwa Allah belum membuat ketentuan terhadap makhlukNya.Mereka berpendapat
bahwa tidak ada takdir, mereka mengingkari iman dengan qadha dan qadar. Mereka
juga mengatakan bahwa Allah tidak menentukan dan tidak mengetahui sebuah
perkara sebelum terjadi, bahkan Allah baru mengetahui sebuah perkara setelah
terjadi. Dalam kitab Al-Milal wa Al-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah
disatukan dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga
perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga
menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah,
sebab faham ini juga dijadikan salah satu doktrin Mu’tazilah. Akibatnya,
sebahagian orang juga menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran
ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan
tindakan tanpa campur tangan Tuhan.[6]
2.
Paham dan doktrin
qadariyah
Hampir
semua paham-paham qadariyah bertentangan dengan apa yang dipahami ahlu al-sunnah
wa al-jamaah. Adapun paham yang dikembangkan kaum qadariyah diantaranya adalah:
a.
Meletakkan posisi
manusia sebagai makhluk yang merdeka dalam tingkah laku dan semua perbuatan,
baik dan buruknya. Mereka meyakini bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk
menentukan nasibnya tanpa ada intervensi dari Allah Swt. Jadi manusia
mendapatkan surga dan neraka karena kehendak mereka sendiri bukan karena
taqdir. Paham ini merupakan ajaran terpenting dalam keyakinan qadariyah.[7]
b.
Kaum qadariyah
mengatakan bahwa Allah itu Esa, dalam artian bahwa Allah tidak memiliki
sifat-sifat Azaly, seperti ilmu, kudrah dan hayat. Menurut mereka Allah
mengetahui semuanya dengan zatNya, dan Allah berkuasa dengan zatNya, serta
hidup dengan zatNya, bukan dengan sifat-sifat qadimNya tersebut. Mereka juga
mengatakan, kalau Allah punya sifat qadim tersebut, maka sama dengan mengatakan
bahwa Allah lebih dari satu.[8]
c.
Takdir merupakan
ketentuan Allah SWT terhadap hukum alam semesta sejak zaman azali, yaitu hukum
yang dalam Al-Qur’an disebut sunnatullah,[9] seperti matahari terbit dari timur, rotasi bumi dll. Tidak termasuk
perbuatan dan tingkah laku manusia.
d.
Kaum qadariyah
berpendapat bahwa akal manusia mampu
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan
agama. Agama tidak menyebabkan sesuatu menjadi baik karena diperintahkannya,
dan tidak pula menjadi buruk karena dilarangnya. Bahkan perintah atau larangan
agama itu justru mengikuti keadaan segala sesuatu, kalau sesuatu itu buruk,
tentu saja agama melarangnya, begitu sebaliknya.[10]
Sebenarnya dalam golongan qadariyah
sendiri ada perbedaan pendapat dan pemahaman seputar masalah taqdir. Ada
golongan qadariyah yang berpendapat bahwa kebaikan berasal dari Allah Ta’ala,
sedangkan keburukan berasal dari manusia itu sendiri. Pemahaman ini sama dengan
menganggap ada dua pencipta. Ada yang berpendapat bahwa semua kebaikan dan
keburukan penciptanya adalah pelakunya sendiri. Sebagian golngan qadariyah
lainnya menyebutkan bahwa setelah Allah menciptakan makhluk, lalu Allah menciptakan
kemampuan pada makhluk tersebut untuk berbuat sesuai kemauannya tanpa ada
pengaturan lagi dari Allah. Pemahaman ini berarti setelah Allah menciptakan
alam semesta Allah menganggur, hanya menonton kejadian yang terjadi di alam.
Karena pendapat dan pemahaman-pemahaman
seperti inilah muncul celaan-celaan terhadap qadariyah. Sebagaimana
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata, "Rasullah saw.
bersabda, “Qadariyah adalah majusi ummat ini. Jika mereka sakti jangan
kalian jenguk dan jika mereka mati jangan kalian saksikan jenazahnya," (Hasan,
Silsilah Jaami' ash-Shaaghiir [4442]). Ibnu Abi 'Izz al-Hanafi dalam kitab al-Aqidah
ath-Thahaawiyah (hal.524) berkata, "Akan tetapi penyerupaan mereka
dengan Majusi sangatlah nyata. Bahkan keyakinan mereka lebih buruk dari majusi.
Karena Majusi meyakini adanya dua pencipta sedangkan qadariyah meyakini adanya
banyak pencipta."
Dalam kitab Al Ibana
al-Kubra Li Ibni Batha, disebutkan bahwa Imam Al- Au'zai mengatakan :
القدرية
خصماء الله عز وجل في الأرض
"Qadariyyah adalah musuh Allah di dunia"
Yang dimaksud musuh Allah di sini adalah musuh mengenai
taqdir Allah, karena taqdir Allah terdiri dari kebaikan dan keburukan. Demikian
pula perbuatan manusia terdiri dari dua macam yaitu baik dan buruk.
Dalam kitab As-Sunnah, Ibn Abi 'Ashim meriwayatkan
dari Sa'ad bin Abd al-Jabbar, katanya: "Saya mendengar Imam Malik bin Anas
berkata: Pendapat saya tentang kelompok Qadariyyah adalah, mereka itu disuruh
bertaubat. Apabila tidak mau, mereka harus dihukum mati".
Dari keterangan di atas
dapat disimpulkan bahwa pemahaman seperti kelompok Qadariyyah itu sesat dan
menyesatkan. Karena itu kaum muslimin hendaklah berhati-hati terhadap orang
atau kelompok yang memiliki pendapat seperti mereka. Allah yang Maha Suci,
tidak mungkin kekuasaan-Nya ditembus oleh sesuatu tanpa kehendak-Nya.
Memang seorang hamba memiliki keinginan dan kehendak, akan tetapi semua itu
tetap mengikut kehendak dan keinginan Allah. Manusia memiliki kebebasan untuk
berbuat, namun kebebasan yang mengikuti kehendak dan keinginan yang memberi
kebebasan yaitu Allah.
3.
Dalil-dalil yang menjadi dasar paham
Qadariyah
Ada beberapa dalil al-Quran yang dijadikan landasan untuk mendukung
paham-paham Qadariyah. Dalil-dalil tersebut diantaranya:
a. QS al-Kahfi ayat 18
È@è%ur ‘,ysø9$# `ÏB óOä3În§‘ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sã‹ù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3u‹ù=sù 4
Artinya: dan Katakanlah!! Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, Maka
Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang
ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
b. QS Fussilat ayat 40
(#qè=uHùå$# $tB ôMçGø¤Ï© ( ¼çm¯RÎ) $yJÎ tbqè=yJ÷ès? îŽÅÁt ÇÍÉÈ
Artinya: perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat
apa yang kamu kerjakan.
c. QS Ali Imran ayat 164
!$£Js9urr& Nä3÷Gu;»|¹r& ×pt7ŠÅÁ•B ô‰s% Läêö6|¹r& $pköŽn=÷VÏiB ÷Läêù=è% 4’¯Tr& #x‹»yd ( ö@è% uqèd ô`ÏB ωYÏã öNä3Å¡àÿRr& 3 ¨bÎ) ©!$# 4’n?tã Èe@ä. &äóÓx« փωs% ÇÊÏÎÈ
Artinya: dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),
Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu
(pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan)
ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri".
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
d. QS
al-Ra’d ayat 11
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î 3
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan mereka sendiri.
B.
Jabariyah
1.
Pengertian dan Asal-Usul
Jabariyah
Nama
jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Dalam istilah
Inggrisnya paham ini disebut fatalism atau predestination[11].
Dalam kontek pemikiran kalam, istilah jabariyah diartikan bahwa manusia makhluk
yang terpaksa di hadapan Tuhan.
Menurut
Syahrastani, Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara
hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah Swt. Artinya, manusia
tidak punya andil sama sekali dalam melakukan perbuatannya, Tuhanlah yang
menentukan segala-galanya.
Paham
Jabariyah ini dalam sejarah teologi Islam ditonjolkan pertama kali oleh al-Ja’d Ibn Dirham. Tetapi yang mengembangkannya kemudian adalah Jahm Ibn
Safwan dari Khurasan. Jahm Ibn Safwan
merupakan pendiri golongan Jahmiyah dalam kalangan Murji’ah.
Ia ikut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Dalam perlawanan itu Jahm
dapat ditangkap dan kemudian dihukum mati di tahun 131 H[12].
Selain dua tokoh tersebut, ada satu nama lagi yang cukup dikenal di kalangan
Jabariyah, yaitu al-Husein Ibn Mahmud al-Najjar, seorang tokoh dari golongan Jabariyah
moderat. Paham yang dibawa tokoh-tokoh Jabariyah ini adalah lawan ekstrim dari
paham yang dianjurkan Ma’bad dan Ghailan.
2.
Para Pemuka Jabariyah dan Doktrin-Doktrinnya
Menurut
al-Syahrastani, Jabariyah dapat dikelompokan menjadi dua bagian, kelompok
ekstrim dan moderat. Di antara tokoh-tokoh Jabariyah ekstrim adalah Jahm Ibn
Safwan dan Ja’ad Ibn Dirham. Tokoh dari kalangan moderat nama al-Hasan Ibn
Muhammad al-Najjar. Dari tokoh-tokoh ini lahir beberapa kelompok dalam aliran
Jabariyah, diantaranya adalah[13]:
a.
Kelompok Jahmiyah
Mereka
adalah para pengikut Jahm Ibn Safwan, yang kebid’ahan dan ajarannya muncul di
Khurasan. Kelompok ini termasuk dalam kelompok ekstrim Jabariyah.Pada akhir
kekuasaan Bani Umayyah, Jahm akhirnya dibunuh oleh Salam Ibn Ahwaz al-Mazini di
kota Moru, salah satu kota paling terkenal di Khurasan. Diantara doktrin
kelompok Jahmiyah ini adalah:
1) Allah tidak memiliki sifat-sifat azaly, karena hal ini
akan menjadikan Allah serupa dengan makhluk. Pendapat ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh
Mu’tazilah.
2) Bid’ah jabr. yaitu pernyataan bahwa manusia tidak
mempunyai kemampuan dan daya upaya sama sekali, bahkan semua kehendaknya muncul
karena dipaksa oleh Allah Swt.
3) Bid’ah irja’, yaitu bahwa iman cukup hanya dengan
ma’rifat. barang siapa yang inkar di lisan maka hal tersebut tidak membuatnya
kafir sebab ilmu dan ma’rifat tidak bisa lenyap karena ingkar, dan keimanan
tidak berkurang dan semua hamba setara dalam keimanannya serta iman dan kufur
hanya dalam hati tidak dalam perbuatan. [14]
4) Mereka berpendapat bahwa surga dan neraka, serta penduduk
yang ada di dalamnya tidak kekal.
5)
Kaum Jahmiyah juga
mengatakan bahwa al_Quran adalah makhluk Allah. Pendapat itu merupakan dampak
dari tidak mengakui sifat Allah. Karena Allah tidak bersifat kalam ,
maka al-Quran itu bukanlah kalamullah yang qadim.
b.
Kelompok
Najjariyah
Mereka
adalah pengikut Husein Ibn Muhammad an-Najjar. Kelompok ini termasuk kelompok
moderat. Najjariyyah juga terbagi menjadi beberapa kelompok kecil
(Barghutsiyah, Za’faraniyah dan Mustadrikah), tetapi mereka tidak berbeda dalam
prinsip-prinsip pokok dalam aliran Jabariyah[15]
Diantara doktrin-doktrin Najjariyah adalah:
1) Mereka berpendapat bahwa Tuhanlah yang menciptakan
perbuatan-perbuatan manusia, baik dan buruknya, tetapi manusia mempunyai andil
atau peran dalam perwujudan perbuatan-perbuatan itu.[16]
2) Tuhan tidak dapat(mustahil) dilihat di akhirat. Akan
tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati
(ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Allah.
c.
Kelompok
Dhirariyah
Aliran al-Dhirariyah juga merupakan
salah satu daripada aliran al-Jabariyyah yang dipelopori oleh Dirar bin ‘Amru
al-Kufi di akhir pemerintahan Bani Umayyah. Pemikiran yang dibawa oleh Dhirar
ini juga dikatakan aliran yang moderat sebagaimana aliran al-Najjariyah
mengenai konsep kasb. Menurut pehaman ini Tuhan dan manusia bekerjasama
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak semata-mata dipaksa
melakukan perbuatan mereka, tidak hanya
merupakan wayang yang digerakkan dalang.
Walaupun pada hakikatnya setiap perbuatan manusia itu adalah diciptakan oleh
Allah Swt.
Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat
dilihat di akhirat melalui indera keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang
dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadis ahad tidak dapat dijadikan
sumber dalam menetapkan hukum.[17]
3.
Dalil-dalil yang
menjadi dasar paham Jabariyah
Paham-paham
yang dikembangkan Jabariyah tetap didasarkan kepada ayat-ayat al-Quran.
Ayat-ayat tersebut diantaranya adalah:
a.
QS al-An’am ayat
112
$¨B (#qçR%x. (#þqãZÏB÷sã‹Ï9 HwÎ) br& uä!$t±o„ ª!$# £`Å3»s9ur öNèduŽsYò2r& tbqè=ygøgs† ÇÊÊÊÈ
Artinya: niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.
b. QS al-Shaffat ayat 96
ª!$#ur öä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ
Artinya: Padahal Allah yang menciptakan
kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
c. QS al-Hadid ayat 22
!$tB z>$|¹r& `ÏB 7pt6ŠÅÁ•B ’Îû ÇÚö‘F{$# Ÿwur þ’Îû öNä3Å¡àÿRr& žwÎ) ’Îû 5=»tGÅ2 `ÏiB È@ö6s% br& !$ydr&uŽö9¯R 4 ¨bÎ) šÏ9ºsŒ ’n?tã «!$# ׎šo„ ÇËËÈ
Artinya: tiada suatu bencanapun yang
menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis
dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah.
d. QS al-Anfal ayat 17
öNn=sù öNèdqè=çFø)s? ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |Mø‹tBu‘ øŒÎ) |Mø‹tBu‘ ÆÅ3»s9ur ©!$# 4’tGu‘ 4
Artinya: Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang
membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang
melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.
e. QS al-Insan ayat 30
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o„ ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJ‹Å3ym ÇÌÉÈ
Artinya: dan kamu
tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Setelah melihat
ayat-ayat yang menjadi sandaran bagi kaum Qadariyah dan Jabariyah di atas, maka
tidak mengherankan kalau dua paham ini masih tetap berkembang dalam kalangan
umat Islam, walaupun pelopor-pelopor paham ini sudah tiada. Dalam sejarah
teologi Islam, selanjutnya paham
Qadariyah dianut oleh kaum Mu’tazilah, sedangkan paham jabariyah, dilanjutkan
oleh Asy’ariyah.[18]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian dan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa:
1. Qadariyah adalah sebuah firqah
yang mengingkari ilmu Allah terhadap perbuatan hambaNya dan berkeyakinan bahwa
Allah belum membuat ketentuan terhadap makhlukNya.
2. Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari
hamba secara hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah Swt.
Artinya, manusia tidak punya andil sama sekali dalam melakukan perbuatannya,
Tuhanlah yang menentukan segala-galanya.
3. Takdir
adalah sesuatu yang harus kita imani, dan ini merupakan salah satu rukun dari
enam rukun iman.
4. Agama
kita adalah agama rasional, sesuai dengan sabda Rasulullahi Saw: “Laa diina
liman laa ‘aqla lah”. Tetapi tidak semuanya yang bisa kita terima dengan akal,
ada beberapa hal yang harus kita terima dengan iman. Imam ‘Ali pernah berkata:
“Seandainya semua hal dalam agama ini bisa diakali, pastilah telapak khuf lebih
utama untuk disapu.”
B.
Saran
Mudah-mudahan makalah yang sederhana
ini bisa bermanfaat kita, terutama dalam memahami paham-paham qadariyah dan
jabariyah. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi bahasa, sistematika penulisan, dll. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca.
Penulis mohon maaf atas semua
kekurangan dan keterbatasan. Terima kasih atas kerjasama dan saran dari pembaca
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Amin, Fajr Islam, (Kairo:
al-Nahdhah,1965)
Alkhendra, Pemikiran Kalam,
(Bandung: Alfabeta, 2000)
Harun Nasution, Teologi Islam,
(Jakarta: UI-Press,1986)
Muhammad
ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al-
Nihal
,(Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah)
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta:
Rineka Cipta)
[6] Muhammad ibn
Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal
wa al- Nihal ,(Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah), h. 38
[7] Alkhendra, op.cit.,
h. 44
[8] Muhammad ibn
Abd al-Karim al-Syahrastani, op.cit.,
h.38
[9] Alkhendra, loc cit.
[10] Zainuddin, Ilmu
Tauhid Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta), h. 47
[11] Harun Nasution, op.cit.,
h, 33
[14] Ibid, h. 74
[16] Harun Nasution, op.cit.,
h. 37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar